
KALAU MANYAR BERPACARAN
Kalau anda ada waktu, cobalah menonton sebentar kesibukan para jejaka manyar di musim kawin. Sambil terbang menggelepar menjaga keseimbangan, ia memegang pinggiran daun kelapa dengan paruhnya, Persisi dipangkalnya. Lalu ia terjun menggandul ke bawah, seperti orang geyang –geyong mau bunuh diri. Daun jadi robek tentunya.
Sesudah itu ia mulai dengan daun yang masih tersisa, sampai akhirnya semua daun tersobek memanjang, tinggal tulangnya (lidi) yang tengah saja. Helaian daun yang seperti pita inilah yang dianyam menjadi sarang.
Bukanlah namanya burung manyar bila ia sudah puas dengan sarang yang berupa anyaman bilik sesek dari dedaunan saja.Untuk keindahan serta benteng terhadap gangguan eksternal, maka dilapisilah bagian dalamnya dengan tanah liat. Semacam tembok semi permanent, begitulah. Nah, siaplah sebuah vila megah di puncak! Bukan di Puncak (Jawa Barat) lho, tapi di puncak pohon! Sudah pasti tanpa IMB. Perdanya belum keluar!
Nah, sebuah vila selesai sudah. What next ?
HANKAMNAS burung manyar jejaka terhadap rumahnya hebat juga. Perhatikan kerepotannya ketika menghadapi manyar lain yang mau menyerobot vila gandulnya.
Ia duduk di atas ranting dekat sarangnya sambil mengawasi calon maling dengan mata melotot. Tempo-tempo ia menekankan ekornya ke bawah, kalau calon malingnya mencoba mendekat atau mengadakan gerakan menjajal.Ekor tertekan ke bawah berarti sebuah kepalan tinju telah dilayangkan.
Dan kalau tenyata penggangu itu masih juga mendekat, calon bapak manyar pembela keluarga dan rumah itu menundukkan kepala. Bulunya dikembangkan sampai jembombok dia menyanyi.
Gila! Pada saat gawat yang mustinya prihatin ia malah menyanyi.Seperti pemain wayang orang atau ketoprak saja kalau mau perang tanding!
Para ilmu jiwa menafsirkan tindakan itu sebagai kompensasi (semacam tutup penggati) untuk menutupi rasa takut.
Tiba-tiba konfrontasi dengan nyayian itu berhenti. Rumah yang diperebutkan dimasuki seekor dara manyar.Entah dari mana asal usulnya, tiba-tiba saja datang langsung masuk! Dua manyar berebut rumah, yang ketiga mendapat hadiah.
Vila gandul memang indah. Bentuk seperti buah apokat, dengan lubang pintu di sisi samping. Itu memang atas permintaan ibu-ibu manyar! Sebab musim bertelurnya pada musim penghujan. Jadi supaya kalau hujan air tidak masuk. Supaya tidak kena tampias hujan, pintu rumah diberi kuncung atau pet yang menjorok jauh ke muka, sampai seperti cerobong asap, hanya saja arahnya tidak keatas tapi ke bawah. Benar-benar water proof. Mau masuk dari mana air hujan itu !
“Lagi pula, perampok telur zaman sekarang berani-berani, Pak, masuk rumah tuturnya pada tim MUHIMA. Sarang itu digantungkan pada ranting yang selalu berayun –ayun, dengan harapan maling-maling akan terpeleset kebawah kalau mencoba hinggap
Menyaksikan vilanya dimasuki seekor manyar yang masih gadis, bukan alang kepalang girangnya si manyar jejaka. Lawannya yang akan menyerobot vilanya sudahterbang entah ke mana. Sebagai gantiya, didalam vilaya sekarang terperangkap seekor manyar betina. Saking girangnya ia terbang kian kemari, sambil menga –mengo. Ah dunia ini terasa begitu indahnya!!!
Tak lama kemudian, sang tamu terbang ke luar hinggap pada cabang terdekat, dia diam menunggu perkembangan. Maunya apa, sih, tuan rumah yang jingkrak-jingkrak ini ?
Barulah sesudah si tuan rumah tidak cengengesan lagi, sang tamu bersedia diajak masuk. Lady first, tuan rmah mengiri dari belakang. Apa yang terjadi di dalam? Ah mau tahu aja....
Bertelur dalam rumah yang pintunya menghadap ke bawah, mestinya aman dan sentosa, Begitu perhitungan mereka. Tetapi di dunia ini selalu aja ada pencoleng yang lebih pinter dari pada polisi. Burung betet dan celepuk, misalnya, masih juga bisa masuk rumah dan berhasil menggondol bayi.
Tidak mengherankan manyar-manyar yang cerdik sengaja membuat cerobong tipuan, di samping pintu masuk sebenarnya yang dirahasiakan. Maling yang bloon memang bisa masuk ke dalam rumah, tetapi ia tidak akan menemukan anak-anak manyar. Sebab cerobong itu tidak berhubungan dengan kamar bayi, tetapi gang buntu! ☻